Wednesday, May 26, 2010

Jangan Makan Bangkai Saudaramu

Jangan Makan Bangkai Saudaramu

Allah Ta’ala telah memberi kita begitu banyak nikmat-Nya sampai sampai kita tidak dapat menghitung nikmat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Seandainya kalian mau menghitung-hitung nikmat yang Aku karuniakan kepada kalian niscaya kalian tidak akan mampu untuk menghitungnya (QS 14:34).

Kalau kita melihat didalam diri seorang manusia saja Allah memberikan nikmat yang begitu luar biasa yang tidak dapat dihargai dengan materi sebesar apapun. Diantara nikmat yang Allah berikan kepada kita yang tidak ternilai harganya adalah dilengkapinya pada bagian rongga mulut kita dengan Lidah yang membuat kita mampu berkomunikasi dengan baik, merasakan lezatnya makanan. Bukan hanya itu, dengan lidah seorang manusia dapat meraih keutamaan disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu dengan berdzikir, membaca Alqur’an, berbicara yang santun dan baik, kemampuan beretorika dengan indah untuk mengajak seseorang kepada kebaikan serta keutamaan-keutamaan lainya.

Tidak sedikit juga diantara manusia yang binasa disebabkan karena lidahnya, bahkan menjerumuskannya dalam kebinasaan yang sangat besar, Nabi Sallallahu ‘alahi wassalam bersabda : “Yang paling banyak memasukan manusia kedalam neraka adalah dua lubang, mulut dan kemaluan (HR. Thirmidzi), juga dalam hadits yang lain Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “Dan tidak ada yang menjerumuskan manusia kedalam neraka melainkan akibat lisan-lisan mereka”.

Betapa banyak kaum muslimin yang mampu untuk menjalankan perintah Allah Ta’ala dengan baik, bisa menjalankan sunnah-sunnah Nabi Sallallahu ‘alahi wasallam, mampu menjauhkan dirinya dari zina, berkata dusta, minum khamar, bahkan mampu untuk sholat malam setiap harinya, senantiasa puasa senin kamis, namun ...... mereka tidak mampu menghindarkan lidahnya dari perbuatan ghibah, bahkan walaupun mereka telah tahu bahwa ghibah itu tercela dan merupakan dosa besar namun tetap saja mereka tidak mampu menghindarkan diri mereka dari ghibah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan perbuatan ghibah dengan penggambaran yang sangat hina dan menjijikan, dimana Allah menyamakan orang yang melakukan ghibah sama dengan memakan bangkai saudaranya, Allah Subhanahu wa ta’la berfirman: ............ dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (QS 49 :12).

Allah Ta’ala telah menyamakan perbuatan ghibah dengan memakan daging saudara kita yang telah menjadi bangkai, yang mana hal ini sangat dibenci oleh manusia dan merupakan puncak kebencian. Memakan bangkai hewan yang busuk saja menjijikan, namun hal ini masih lebih baik daripada memakan daging saudara kita sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim yang semakin menambah rasa jijik kita akan perbuatan ghibah, yaitu kisah yang diceritkan oleh sahabat Amru bin Ash radiallahu ‘anhu yang melewati bangkai seekor begol (hasil persilangan kuda dan keledai), maka beliau berkata : “ Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim).

Begitu besar ancaman bagi pelaku ghibah yang disiapkan oleh Allah maka kita perlu mawas diri, terkadang kita tidak sadar atau tidak mengetahui bahwa apa yang sedang kita perbincangkan adalah ghibah. Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tahukah kalian apa itu ghibah? Sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi berkata : “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu, Sahabat bertanya kembali : “Bagaimana pendapaatmu jika itu benar adanya? Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Kalau memang sebenarnya begitu engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang engkau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya (memfitnahnya)”. (HR. Muslim)

Abdullah bin Mas’ud radiallahu ‘anhu berkata : “Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang engkau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan”. Dari keterangan tersebut maka ulama kita menjelaskan yang dimaksud dengan ghibah adalah menceritakan sesuatu yang ada pada saudara kita yang mana hal tersebut tidak ia sukai, baik itu mengenai agamanya, ahlaknya, fisiknya, ataupun nasabnya. Ghibah itu bisa dengan perkataan yang jelas atau dengan yang lainnya seperti isyarat dengan perkataan atau dengan bibir atau mata dan yang lainnya, yang penting dapat dipahami bahwasanya hal itu adalah merendahkan saudaranya yang lain.

Berkaitan dengan bahaya ghibah , syariat juga memberikan penjelasan mengenai keadaan yang dipandang maslahat bagi pribadi maupun bagi ummat yang tidak bisa dicapai kecuali dengan jalan berghibah, yaitu :

Pertama, Pengaduan, maka dibolehkan bagi orang yang teraniaya mengadu kepada penguasa atau hakim dan yang selainnya yang memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk mengadili orang yang menganiaya dirinya, Allah Ta’ala berfirman : ”Allah tidak menyukai ucapan yang buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali orang yang teraniaya”. (QS 4:148),

Kedua, Meminta bantuan untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku kemaksiatan kepada kebenaran, dan hendaknya tujuannya adalah sebagai sarana untuk menghilangkan kemungkaran, jika niatnya tidak demikian maka hal ini adalah haram,

Ketiga,. Meminta fatwa atas persolaan yang dihadapi dan sebaiknya tidak menyebut nama jika hal itu memungkinkan. Keempat, Memperingatkan kaum muslimin dari suatu bentuk kejelekan, dimana pelaku sudah terang-terangan melakukan kejelekan dan kefasikan, Aisyah radiallahu anha berkata : “Seseorang datang meminta izin kepada Rasulullah, maka Nabi Sallallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “izinkanlah ia, ia adalah sejahat-jahat orang ditemngah kaumnya”. (HR. Bukhari Muslim). Namun diharamkan menyebutkan aib-aibnya yang lain yang tidak ia nampakkan kecuali ada sebab lain yang membolehkannya, 5). Untuk pengenalan, jika seseorang terkenal dengan sebuah laqob (gelaran) seperti si rabun, si pincang, si buta dan yang selainnya maka boleh untuk disebutkan, dan diharamkan menyebutkannya dalam rangka untuk merendahkan. Adapun jika ada cara lain untuk mengenali mereka (tanpa harus menyebutkan kekurangannya) maka cara tersebut lebih baik.

Tidak dipungkiri sangat sedikit diantara kita yang bisa selamat dari penyakit ghibah ini, bahkan naudzubillah mungkin ada diantara kaum muslimin yang menjadikan kelakuan yang menjijikan ini menjadi komsumsi sehari-sehari yang didukung oleh berbagai sarana yang memudahkan hal tersebut. Olehnya itu tidak ada kata terlambat, kita harus bertaubat dan meninggal perbuatan keji tersebut, yang menjadi pertanyaan bagaimanakah cara bertobat bagi orang yang pernah menggibahi saudaranya?.

Ulama kita telah menjelaskan bagaimana cara bertobat bagi orang yang pernah menggibahi saudaranya. Berkata syaikh Utsaimin rahimahullah (ulama besar arab saudi) : “Orang yang pernah membicarakan saudaranya dan merendahkannya dihadapan orang lain, maka ada dua cara yang dapat ditempuh: 1). Bahwa orang yang mengghibah harus datang kepada yang ia ghibahi dan memohon maaf serta meminta kerelaannya atas kesalahan yang ia perbuat, 2). Jika yang dighibahi telah mengetahui, maka ia harus datang dan meminta kerelaannya, namun jika yang dighibahi tidak tahu, cukup dengan memohon ampun untuknya (mendoakannya) dan membicarakan kebaikan-kebaikannya ditempat-tempat ia mengghibahinya, karena sesungguhnya kebaikan-kebaikan bisa menghilangkan kejelekan-kejelekan.

Cara kedua inilah yang lebih maslahat sebagiamana dikuatkan oleh perkataan Ibnu Katsir : “Tidak disyaratkan orang yang menghibahi saudaranya meminta penghalalannya. Karena jika ia memberitahu, terkadang orang dighibahi lebih tersakiti jika dibandingkan dia belum tahu, maka jalan keluarnya hendaknya memuji dengan kebaikan-kebaikan yang dimilikinya ditempat-tempat dimana ia telah mencela saudaranya. “

Akhirnya kita memohon kepada Allah Azza wa jalla untuk diberikan kekuatan dan hidayah agar kita tidak terjatuh dalam penyakit yang berbahaya ini, bahkan lebih dari itu perlu banyak menahan diri sekuat tenaga untuk tidak berbicara kecuali sesuatu yang bermanfaat bagi pribadi maupun untuk kemaslahatan ummat. Wallahu waliyut taufiq.


Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara bikin Blog Cantik, Murah, Keren, Elegant, Dan Dinamis
@ Blog Matahati-Imaduddien Abu Hanifah
@ Kumpulan Tutorial Blog lengkap, tentang Bisnis Internet, Tentang Monetisasi Blog
@ Kumpulan Artikel Tentang Kiamat dan Tanda-tandanya, Tentang Gempa dan tentang Sedekah
@ Kumpulan Artikel tentang Al-Quran, Kiamat, Kisah Nabi dan Sahabat dan Pernik Dakwah

Friday, January 29, 2010

Blog Pecinan: Mengenal Allah

Tak kenal maka tak sayang, demikian bunyi pepatah. Banyak orang mengaku mengenal Allah, tapi mereka tidak cinta kepada Allah. Buktinya, mereka banyak melanggar perintah dan larangan Allah. Sebabnya, ternyata mereka tidak mengenal Allah dengan sebenarnya.

Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allah bukan sesuatu yang asing. Bahkan mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal yang demikian itu dibahas? Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal pencipta kita? Bukankah kita telah mengakui itu semua?

Kalau mengenal Allah sebatas di masjid, di majelis dzikir, atau di majelis ilmu atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan, barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.

Yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu mengenal Allah yang akan membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya. Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Yang akan menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami gundah-gulana dalam hidup, mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut dan akan berani menghadapi segala macam problema hidup.

Faktanya, banyak yang mengaku mengenal Allah tetapi mereka selalu bermaksiat kepada-Nya siang dan malam. Lalu apa manfaat kita mengenal Allah kalau keadaannya demikian? Dan apa artinya kita mengenal Allah sementara kita melanggar perintah dan larangan-Nya?

Maka dari itu mari kita menyimak pembahasan tentang masalah ini, agar kita mengerti hakikat mengenal Allah dan bisa memetik buahnya dalam wujud amal.

Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.

Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al Qur’an dan di dalam As Sunnah baik global maupun terperinci.

Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)

Juga dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia.” (QS. Al Baqarah: 164)

Mengenal Wujud Allah.

Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at.

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman ): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (QS. Al A’raf: 172-173)

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45)

Mengenal Rububiyah Allah
Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)

Maknanya, menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah.

Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan: “’Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)

Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.

Dalam masalah rububiyah Allah sebagian orang kafir jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang demikian itu. Lalu apa tujuan mereka menyembah Tuhan yang banyak itu? Apakah mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?

Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allah:

“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )

Kedua, agar mereka memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allah. Allah berfirman:

“Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.” (QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab)

Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:
“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Al Ankabut: 63)

Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid Rububiyah Allah. Keyakinan mereka yang demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan melawan mereka.

Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan mamfa’at, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga, mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, atau kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.

Mereka harus pula mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.

Ringkasnya, tidak ada yang bisa memberi rizki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.

Mengenal Uluhiyah Allah
Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah.
Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau:
“Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Allah berfirman:
“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)

Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)

Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” ( HR. Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu )

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Saya tidak butuh kepada sekutu-sekutu, maka barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu )

Contoh konkrit penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan hutang.

Ibnul Qoyyim mengatakan: “Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka terhadap Allah.”

Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah

Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:

“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186)

“Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)

Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menyelewengkannya sedikitpun. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut: “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah” (Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hal 36)

Ketika berbicara tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka kita telah berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu. Tentu yang demikian itu diharamkan dan dibenci dalam agama. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33)

“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungan jawaban.” (QS. Al Isra: 36)

Wallahu ‘alam



Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara bikin Blog Cantik, Murah, Keren, Elegant, Dan Dinamis
@ Blog Matahati-Imaduddien Abu Hanifah
@ Kumpulan Tutorial Blog lengkap, tentang Bisnis Internet, Tentang Monetisasi Blog
@ Kumpulan Artikel Tentang Kiamat dan Tanda-tandanya, Tentang Gempa dan tentang Sedekah
@ Kumpulan Artikel tentang Al-Quran, Kiamat, Kisah Nabi dan Sahabat dan Pernik Dakwah

Bisnis Internet Untuk Anda. Klik link di bawah